Tuesday, 14 June 2011

Book Review: The other side of Israel


Buku yang saya pinjam dari Coburg Library ini ditulis seorang wanita Yahudi, Susan Nathan, menceritakan pengalamannya tinggal di Tamra, Israel. Susan, 50 tahun, meninggalkan rumah, keluarga dan pekerjaannya sebagai konselor AIDS di London untuk menjadi warga negara Israel. Sebagai seorang Yahudi, Susan mendapatkan kemudahan untuk menjadi WN Israel, tanpa biaya visa, tanpa tes, penerbangan kelas satu dan training gratis sesampainya di Tel Aviv.
Gambar diambil dari sini

Dia menerima tawaran kerja di Tamra, satu wilayah yang dikenal sebagai pemukiman Arab. Orang Israel menyebut penduduk asli Palestina sebagai Arab Israel untuk mengikis ikatan hubungan warga negara Israel keturunan Palestina dengan asal usulnya. Hampir semua teman Yahudi Susan menyesalkan keputusannya pindah ke Tamra dan menyatakan kekhawatiran mereka akan keselamatan Susan sebagai satu-satunya Yahudi di perkampungan Arab.
Hampir tidak ada petunjuk jalan menuju Tamra, kota yang terlihat kumuh jika dibandingkan kota-kota lain di Israel. Interaksinya yang cukup dekat dengan keluarga barunya di Tamra membuka kesadaran Susan tentang fakta diskriminasi di Israel mirip dengan yang pernah dilihatnya di Afrika Selatan, tempat lahirnya dan cerita ayahnya tentang penindasan Yahudi oleh Nazi.
Di buku ini Susan menjelaskan berdirinya negara Israel di tahun 1948 di atas tanah Palestina. Tentara Israel mengusir penduduk Palestina dari rumah-rumah mereka dan mengakuisi kepemilikan atas tanah, kebun bahkan tabungan di bank. Kemudian didatangkanlah orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru dunia untuk menempati rumah-rumah itu.

Thursday, 2 June 2011

Visiting an opthamologist


Sudah hampir sebulanan ini kakak kedip-kedip terus, very frequent blinking. Walaupun sudah berkali-kali diingetin ga berhenti juga blink-nya. Disentuh, bahkan pernah dipukul. Aduh, maaf ya kakak. Ummi pikir terapi kejut bisa menghentikan itu. Kata kakak, kadang sadar saat blink dan berusaha berhenti.
Kemudian ummi mulai googling dan so surprise dengan temuan di internet. Bahwa blink too much bisa jadi indikasi tic disorder, suatu jenis mental health yang belum diketahui dg jelas penyebabnya. Selain blink, penderita biasanya melakukan gerakan aneh lain yang tidak terkontrol, spt menggerakan bahu, wajah atau kepala dan kadang mengeluarkan suara aneh. Mau nangis rasanya membaca bahwa paksaan untuk berhenti dari gerakan aneh itu malah akan menyebabkan stress pada penderita. Banyak penderita yang dikucilkan dari lingkungan sosialnya karena dianggap berperilaku aneh. Hingga akhirnya nemu kisah nyata Brad Cohen yang difilmkan dengan judul Front of the Class. Ummi ajak kakak nonton gimana Brad diketawain teman2 sekelasnya hingga akhirnya menjadi guru elementary school yang disayangi murid2nya. Kami berdiskusi banyak setelah itu, bukan untuk menakuti2i bahwa dia bisa jadi seperti Brad kalo ga berhenti blink. Tapi untuk menunjukkan bahwa ada anak yang berbeda karena takdir Allah. Pasti sedih jika diperlakukan buruk karena sesuatu yang di luar kemauannnya.
Akhirnya, ummi ajak kakak ke dokter. Tidak seperti di Indo, di Ausi mau ketemu dokter harus janjian dulu. He2, enaknya waktu di wonogiri, tinggal telpon Mama dan langsung ketemu dokter tanpa antri. Alhamdulillah 1 minggu kemudian bisa ketemu dokter Louisa. Cantik dan ramah. Dia dengarkan baik-baik keluhan kakak. Ummi langsung bilang kekhawatiran soal tics. Tapi Louisa bilang mau diobservasi dulu physically. Kakak dapat tetes mata, supaya matanya ga kering. Setelah 2 minggu, kami lihat blink kakak blm berkurang. Malah sekarang diikuti gerakan pipi  dan mulut. Louisa juga melihat mata kakak masih merah. Tanpa banyak observasi sperti sebelumnya, kali ini Louisa langsung tulis surat rekomendasi utk ketemu dokter spesialis mata anak. Dia bantu nyariin alamatnya di googlemaps, nunjukin alternatif public transport dari brunswick dan hawthorn. Appointment untuk dokter spesialis ini mengejutkan, 31 Mei. Itu artinya hampir 2 bulan kami baru bisa ketemu dokter. Apa jumlah dokter tuh sedikit po, kok susah amat mau ketemu aja. Tapi baca surat pemberitahuan yg dikirim sehari sesudahnya, dia alokasikan waktu 1.5 jam per pasien. Pantes, jumlah yang bisa ditangani dalam sehari jadi sedikit. Tapi biaya konsultasinya juga fantastis, $200, belum termasuk pemeriksaan tambahan.   Hari ini ummi antar kakak konsultasi ke dokter wendy di Malvern. Cukup jauh juga dari Brunswick. Kami naik Glenwaverley line dari Flinders St Station dan turun di Tooronga. Seperti di Swin Health Center, ruang tunggunya dilengkapi kids corner dengan beberapa jenis mainan dan satu TV yang menayangkan film anak. Tak lama menunggu seorang dokter memanggil dan mengajak masuk ke ruang periksa. She introduced herself as opthamologist and will take early examination before dr wendy's. Salah satu pemeriksaannya adalah tes baca huruf, setiap Qoni bisa membaca dengan benar, selalu terucap great girl, good job, excellent, dll. Begitu juga saat Qoni mengikuti instruksinya menggerakkan mata atau menurut saat diteteskan eye drop.
Hampir setengah jam setelah pemeriksaan awal selesai baru dokter Wendy memanggil. Wanita ini berusia kurang lebih 40 tahun dengan rambut dicat merah. Sambil menyiapkan alat2 periksanya, dia mengajak Qoni ngobrol. Nanyain umur, sister, siapa guru favoritnya, klo istilah Qoni fat question. It s mean not a boring one like what s your name, and also not yes/no question. Kemudian dia baru menjelaskan hasil observasinya. Physically, the eyes are excellent. The blink just habit and will be disappear in months, but it is far from TIC symptoms. Just pretend it s not there. Alhamdulillah, seneng ummi.