Monday, 7 September 2015
Ibu santriwati
Saya sedih meninggalkannya di pondok. Dengan kasur tipis untuk tidur dan makanan sederhana yang tersaji tiap hari. Bangun jam 3 pagi supaya tak terlalu lama antri mandi. Cuci baju dan piring sendiri. Apalagi mendengarnya sakit sampai harus tak masuk sekolah. Hati saya teriris, ingin rasanya tiap hari datang menjenguknya. Setiap kali ada makanan kesukaannya terhidang di meja, pahit di lidah yang terasa mengingatnya yang jauh di asrama. Air mata selalu tertumpah saat doa-doa mengalir untuk memohon tambahan kekuatan dan kesabaran untuknya.
Sampai kemudian tersadar, tak apalah sekarang kami terpisah, namun berharap kami selalu bersama di surga nanti. Tak apalah sekarang bersimbah air mata, namun berharap wajah ceria penuh senyum nanti.
Toh, kami masih bisa bertemu sebulan sekali. Yang terlihat darinya hanya kebaikan dan cinta saja.
Pendaftaran santri baru Pondok Modern Gontor Putri: Pengalaman walisantri 2015
Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya putri pertama kami memilih Gontor sebagai tempat belajarnya selepas lulus SD. Kekhawatiran kami tentang kentalnya rasa Nahdiyin, berhasil ditepis argumen putri kami untuk mencari bentuk pendidikan yang anti mainstream. Dia berharap bisa memiliki kegiatan yang sesuai dengan passionnya, di luar kegiatan belajar secara formal.
Pada tahun 2015, pendaftaran Gontor putri dilakukan mulai tanggal 5 sampai 14 Syawal 1436 H. Tangggal tersebut bertepatan dengan 21-30 Juli 2015, yang berarti sudah memasuki masa awal sekolah biasa. Hal ini cukup membuat kami harus memikirkan opsi jika putri kami tidak diterima di Gontor. Untuk itulah kami mendaftar juga di SMPIT terdekat. Saat mendaftar, putri kami mengajukan ijin tidak masuk di hari pertama sekolah. Gontor mewajibkan setiap calon santri harus tinggal di pondok mulai saat mendaftar, saat ujian lisan, menunggu untuk ujian tulis sampai saat hasil ujian diumumkan.
Kami datang ke Gontor bertepatan saat santri lama memulai pelajaran. pendaftaran ditutup sementara pada hari itu dan baru dibuka pada pukul 8 malam karena semua ustadz/ustadzah sedang disibukkan dengan urusan santri lama. Kami memutuskan pulang hari itu dan kembali ke Gontor pada hari berikutnya.
Kami bersyukur bisa tiba di Gontor sebelum jam 9 pagi, karena ternyata pembagian formulir hanya dilayani pada jam tertentu yang dimulai dengan pengarahan dari salah seorang ustad. Tiga sesi pengarahan tiap harinya dimulai pada pukul 8 pagi, pukul 1 siang dan pukul 8 malam. Setelah sesi pengarahan, formulir dibagikan untuk segera diisi oleh calon santri dan wali santri. Di antara formulir yang perlu diisi adalah lembar pernyataan yang salah satu poinnya adalah wali santri menyatakan tidak akan melibatkan pihak di luar pondok jika ada permasalahan di dalam pondok.
Setelah pengisian formulir, calon santri menyerahkan formulir beserta semua syarat pendaftaran peserta ( foto, ijasah, akta lahir, KK, dll) untuk dicek di meja pemeriksaan dokumen. Dari meja ini, berkas dibawa ke ruang saudi 1 untuk membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 5.030.000,00. Seperti dicantumkan pada informasi pendaftaran, biaya ini meliputi SPP, uang makan dan uang gedung. Setelah pembayaran, calon santri mendapatkan alokasi ruang penginapan dan kartu ujian. Selanjutnya, calon santri diminta melakukan pemeriksaan kesehatan di BKSM dengan membayar biaya administrasi Rp 30.000,00. Semua proses tersebut bisa diselesaikan dalam waktu sekitar 2 jam. Gontor menyediakan auditorium yang bisa digunakan untuk menunggu atau menginap sampai pengumuman ujian. Di luar auditorium, terdapat puluhan gasebo yang ditempati oleh wali calon santri. Beberapa wali hanya menggelar tikar di sepanjang teras untuk menginap. Penjual makanan/minuman juga penyedia jasa laundry bisa dengan mudah ditemui di sekitar pondok.
Sekitar jam 2 siang, keluar pengumuman jadwal ujian untuk pelaksanaan mulai jam 8 malam. Ujian lisan berupa wawancara, tes hapalan surat pendek dari An Nas sampai Al Qariah, tes bacaan sholat & hapalan doa-doa harian. Selama menunggu, kami membeli barang-barang yang dibutuhkan di pondok seperti gayung, ember, kasur dan bantal di Toko Koperasi Gontor Putri. Putri kami mulai berbaur dengan teman-teman barunya sekamar dan menikmati kegiatan yang disiapkan. Santri kelas atas memberikan bimbingan intensif pelajaran yang akan diujikan saat ujian tulis seperti menulis Arab dan Matematika. Satu kamar seluas 5x5 meter ditempati bersama oleh 30 calon santri.
Ujian tertulis dilakukan pada tanggal 15 Syawal. Saat ujian, peserta diminta mengenakan pakaian resmi. Supaya tidak salah kostum, hampir semua peserta mengenakan atasan putihan dan bawahan hitam. Lebih baik baju-baju yang diperlukan dibeli di Toko Koperasi supaya sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan. Beberapa baju yang dibawa putri kami harus kami bawa pulang kembali karena tidak sesuai. Baju atasan harus menutupi (maaf) pantat, jadi panjangnya sampai mendekati lutut. Tanpa kerut apapun, terutama di pinggang. Gamis boleh dipakai asal tidak ada lekuk pinggang. Rok harus lurus, bentuk A kurus, bukan klok lebar. Baik atasan, maupun bawahan tidak berbahan jeans/denim atau yang menyerupai.
Selama menunggu pengumuman, calon santriwati tetap tinggal di pondok. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah pentas seni dimana calon santri boleh berpartisipasi. Pengumuman ujian dilaksanakan pada tanggal 19 Syawal. Orang tua boleh hadir, boleh juga tidak hadir. Calon santri diharuskan siap sebelum pukul 7 dengan baju resmi. Pukul 7 acara dimulai dengan pidato pembukaan dari pimpinan pondok Gontor. Peserta yang lulus dibacakan satu persatu oleh beberapa ustad secara bergantian. Dimulai dari peserta diterima di Gontor Putri 1, selanjutnya GP 2, 3 dan 5, cukup membuat deg-degan. Alhamdulillah putri kami diterima di Gontor Putri 5. Dari 1898 calon santri yang mendaftar, saya catat terdapat sekitar 300 capel yang tidak diterima. Saya menyaksikan seorang capel yang pingsan karena tidak diterima. Ada capel dari Kalimantan yang harus pulang setelah berhari hari tinggal di pondok karena belum diterima. Tahun-tahun kemarin saya baca bahwa capel yang belum diterim a bisa mengikuti bimbingan intensif di pondok sampai waktu ujian tahun berikutnya. Nampaknya, aturan tersebut tidak berlaku tahun ini. Bagi capel yang tidak diterima, uang masuk bisa diambil lagi, dengan di
Sebenarnya, pondok sudah menyiapkan transport untuk penempatan capel diterima di GP 3 dan 5. Namun kami dan banyak orang tua memilih untuk mengantarkan anak-anak kami ke sana walaupun calon santri diharuskan naik bis yang disediakan pondok.
GP 5 terletak cukup jauh dari GP 1/2, yaitu di Desa Kemiri, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, sekitar 4 jam perjalanan dari Mantingan. Terletak cukup jauh dari jalan utama, pondok menyediakan transportasi untuk orang tua yang tidak membawa kendaraan pribadi dengan biaya Rp 160 ribu per orang. Berbeda dengan GP 1, 2 dan 3, GP 5 berada jauh dari keramaian. Masuk 5 km dari jalan raya Kediri-Malang, lokasi pondok bisa ditemukan setelah melewati pemukiman penduduk dan berpetak petak sawah.
Setelah sampai di lokasi penempatan, para santri masuk ke kamar-kamar yang disediakan. Di dalam kamar ini, tiap santri mendapatkan 1 lemari kecil untuk menyimpan buku, baju dan perlengkapan lain. Supaya terlihat rapi, para santri biasa menempelkan kertas kado di dinding lemari. Butuh sekitar 8 lembar kertas kado standard untuk melapisi lemari. Sambil merapikan lemari, santri baru didampingi orang tua melakukan daftar ulang di ruang administrasi dengan membayar Rp 340.000,00. Selain daftar ulang, orang tua juga membuka rekening tabungan untuk putri mereka, baik untuk biaya hidup maupun untuk pembayaran SPP. Saat toko koperasi buka, santri membeli baju seragam dan buku-buku. Kami menghabiskan sekitar Rp 550.000,00 untuk seragam lengkap dan Rp 450.000,00 untuk semua buku semester 1, belum termasuk buku tulis dan alat tulis lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)