Pagi hari
Ummi: Kakak, mandi dulu, sudah jam 7.30!
Kakak: Aku mandinya nanti sore aja mi, pulang sekolah
Sorenya
U: Kakak, ayo mandi, udah mau sholat maghrib
K: Besok aja ya mi, dingin......
Akhir-akhir ini, beberapa kali kakak tidak menuruti apa yang ummi minta. Jawaban yang sering muncul adalah, later atau after atau ntar.......
Kadang ummi jadi emosi, mengulang perintah itu dengan keras. Ujung-ujungnya si kakak malah menangis, ummi, why did you shout at me?
Astaghfirullah, maafkan ummi nak. Ya Allah, nyuwun kesabaran......
Ternyata, ada beberapa sumber yang mengatakan adanya perubahan perilaku anak saat memasuki usia 8 tahun. Mereka sedang berkembang memasuki tahap tujuh tahun kedua, saat anak mulai beranjak remaja. Saat usia ini, mereka sedang menunjukkan identitas diri, mulai merasa terkekang dengan aturan orang tua karena merasa aku sudah 'dewasa'.
Saat memasuki tahap ini, one way communication sudah tidak berlaku lagi. Mereka harus diperlakukan secara lebih dewasa dengan mengajak lebih banyak diskusi. Istilahnya, tarik ulur, ada saat mereka dimintai pendapat, namun ada saatnya orang tua memberi batas.
So, next action for tomorrow, tanyakan kapan dia mau mandi, pagi atau sore**, jam berapa. Kasih konsekuensi jika dia tidak segera mandi saat waktunya tiba. Misal: jam 8 malem baru mandi, pas maghrib, siapin sikat gigi sendiri, ketinggalan jamaah maghrib. Kalo ga mandi, besok pagi bangun jam 6 untuk mandi (hiks, selain masih gelap, dingin banget).
Ummi harus sabar, tidak boleh berkata keras atau marah. Kalau kakak ga mau, ummi diam aja. Kasih dia kepercayaan, Insha Allah pasti bisa
Catatan:
** Gaya mandi orang bule: sekali sehari, selain irit air, juga dingin banget....
Wednesday, 26 October 2011
Saturday, 8 October 2011
Belajar saat sakit (part 2)
Alhamdulillah, Shofiya mulai menjalani hari-hari dengan plaster di lengannya. Dia mulai belajar menggunakan tangan kirinya untuk beraktivitas, termasuk makan.
Saat makan bersama sore tadi,
Shofiya (S) : Mum, I dont like to have broken arm.
Mum (M) : Ya sayang, kadang Allah memberikan apa yang tidak kita sukai, padahal itu yang paling baik untuk kita
S : Why Allah give me this?
M : (tercekat), because Allah loves us, darling
Aku terdiam cukup lama, memikirkan jawaban yang mungkin sangat absurd untuk otak 5 tahunnya, bagaimana menerjemahkan konsep cinta dalam kesakitan. Aku sendiri belum menemukan jawaban yang tepat untuk aku mengerti sendiri.
Nasihat seorang sahabat mengingatkanku untuk menjadikan sakit ini sebagai tempaan kesabaran, seperti kisah dakwah awal Rasulullah yang penuh luka dan cacian.
Sadarkah kau nak, bahwa dengan sakitmu ini, kita sekeluarga menjadi lebih saling menyayangi. Lebih mudah bagimu menerima untuk selalu berdoa, mengakui Allah sebagai sebaik-baik penjaga. Lihatlah, nak, betapa indah silaturahim dengan saudara-saudara di kampung yang begitu jauh dari tanah air. Beruntungnya dirimu yang disayangi banyak orang. Ingatkah engkau nak, saat menyaksikan teman-temanmu yang sakit di hospital, dengan kondisimu yang jauh lebih baik. Betapa bersyukurnya atas semua nikmat yang sudah kita terima menyaksikan anak-anak yang seumur hidupnya harus bergerak di atas kursi rodanya. Kalian bisa kapan saja naik ayunan, tapi mereka mungkin harus ke park di RCH ini untuk merasakan nikmatnya berayun di atas wheel chair.
Subhanallah, terima kasih Allah untuk pelajaran saat sakit ini...... Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba yang pandai bersyukur.....
Brunswick, mid of spring 2011
Saat makan bersama sore tadi,
Shofiya (S) : Mum, I dont like to have broken arm.
Mum (M) : Ya sayang, kadang Allah memberikan apa yang tidak kita sukai, padahal itu yang paling baik untuk kita
S : Why Allah give me this?
M : (tercekat), because Allah loves us, darling
Aku terdiam cukup lama, memikirkan jawaban yang mungkin sangat absurd untuk otak 5 tahunnya, bagaimana menerjemahkan konsep cinta dalam kesakitan. Aku sendiri belum menemukan jawaban yang tepat untuk aku mengerti sendiri.
Nasihat seorang sahabat mengingatkanku untuk menjadikan sakit ini sebagai tempaan kesabaran, seperti kisah dakwah awal Rasulullah yang penuh luka dan cacian.
Sadarkah kau nak, bahwa dengan sakitmu ini, kita sekeluarga menjadi lebih saling menyayangi. Lebih mudah bagimu menerima untuk selalu berdoa, mengakui Allah sebagai sebaik-baik penjaga. Lihatlah, nak, betapa indah silaturahim dengan saudara-saudara di kampung yang begitu jauh dari tanah air. Beruntungnya dirimu yang disayangi banyak orang. Ingatkah engkau nak, saat menyaksikan teman-temanmu yang sakit di hospital, dengan kondisimu yang jauh lebih baik. Betapa bersyukurnya atas semua nikmat yang sudah kita terima menyaksikan anak-anak yang seumur hidupnya harus bergerak di atas kursi rodanya. Kalian bisa kapan saja naik ayunan, tapi mereka mungkin harus ke park di RCH ini untuk merasakan nikmatnya berayun di atas wheel chair.
Allah pasti kasih adik hadiah yang menyenangkan
karena adik berani dan sabar. Di akhirat, tangan adik yang broken ini akan
bersaksi, Ya Allah, tangan ini pernah terluka tapi pemiliknya selalu
beristighfar saat terasa sakit. Adik, Insha Allah tangan ini yang mengantarkan
adik ke surga. Shofiya sudah mulai senyum-senyum trus nanya, di surga ada
banyak mainan ya? Ada jumping castle? Ada ayunan?
Subhanallah, terima kasih Allah untuk pelajaran saat sakit ini...... Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba yang pandai bersyukur.....
Brunswick, mid of spring 2011
Wednesday, 5 October 2011
You are very brave
Kalimat itu hampir selalu dikatakan siapapun yang sedang merawat Shofiya, dari Senin sampai Rabu kemarin. Mulai dari seorang dokter yang kebetulan anaknya adalah teman Shofiya di sekolah, petugas dari ambulance, nurse di triage-emergency area, di X-Ray, dokter di operation room, di recovery room dan di ward. Dan itu disampaikan berulang-ulang. Bahkan, nurse di recovery room memberikan award for bravery in hospital. Sebenarnya sederhana saja, print di A4, hitam putih, dihiasi stiker dora.
Senin kemarin, gadis kecil saya jatuh di sekolahnya. Lengannya patah. Alhamdulillah, malamnya langsung dioperasi dan Rabu kemarin sudah kembali berkumpul di rumah. Tadi malam dia bilang, my parents really proud of me, because I am so brave.
Di tengah rasa sakit yang saat ini dirasakannya, Alhamdulillah dia menyimpan kenangan bahwa dia seorang pemberani. Kembang kempis hidungnya saat dia mendengar, “adik hebat, persis kayak aunty Shofiya yang pemberani”.
Tuesday, 4 October 2011
Belajar saat sakit
Sore itu, 3 Oktober 2011, sebuah panggilan masuk ke hape suamiku. Ekspresinya langsung berubah sesaat setelah dia mulai bicara. Ternyata carer anakku di Kinder mengabarkan Shofiya got an accident. Ada dislokasi, katanya. Panik, tentunya, apalagi ditambah suara tangisnya yang terdengar. Taksi menjadi pilihan kami saat itu, mengingat perjalanan naik tram 8 dari Flinders St station saat jam pulang kantor begini bakalan memakan waktu cukup lama. Di tengah perjalanan, carer kembali menelpon, meminta persetujuan memanggil ambulance. Ya Allah, seberapa parah anakku ini.......
Alhamdulillah, sepuluh menit kemudian kami tiba di Kinder. Shofiya sudah mulai tenang dengan tangannya bersandar pada sofa kecil di book corner. Carer-nya sudah memberikan pertolongan pertama dengan memberikan kompres air dingin dan menjaga agar tangannya tidak bergerak. I just want mommy, kata anakku. Shofiya juga tidak diijinkan minum atau makan apapun sejak dia jatuh. Anakku yang selalu aktif ini meminta temannya mendorong saat mereka berdiri di balance beam setinggi 50 cm. Qadarullah, dia jatuh dengan posisi tangan menahan tubuhnya. Kebetulan, seorang ibu yang akan menjemput anakknya di Kinder itu adalah seorang dokter. Dia menyatakan indikasi broken bone di lengan kanan. You are very brave, katanya pada Shofiya, sambil mengusapkan kompres.
Tak lama paramedic dari ambulance datang dan langsung membalut lengan shofiya dengan triangular bandage. You are very brave, kata mereka, sambil memberikan sebuah pipa hisap, mungkin berisi analgetik saat Shofiya meringis kesakitan. Tangisnya sudah mulai mereda.....
Pengalaman pertama kami naik ambulance di Melbourne berakhir di Royal Children Hospital. Shofiya langsung ditangani seorang dokter yang keheranan saat melihat saya menyempatkan sholat Asar di samping ranjang. Hasil rontgen-nya cukup parah, sehingga harus segera dioperasi secepatnya. Kata dokter, ada bagian syaraf yang injured karena tulang yang patah itu. Akibatnya, jari-jari tangannya tidak bisa merasakan rangsangan. Ya Allah, paringi kesembuhan untuk anakku....
3 Oktober 2011, 20.45 GMT+10...... anakku dibawa ke ruang operasi. Dokter anestesi menjelaskan resiko bius yang mungkin terjadi. Kemudian dia memintaku ikut masuk ke ruang operasi membantu supaya Shofiya cepat tertidur. Ummi bacakan kisah rasulullah dengan pengemis Yahudi buta saat itu, dan tak berapa lama, matanya terpejam. You did your job well, kata si Dokter.
Waktu rasanya berjalan sangat lambat saat menunggu operasi. Tangis tertumpah dalam doa kami saat Sholat magrib di ruang tunggu. Sms, telepon dan kunjungan sahabat memberi support yang tak terhingga.
22.30, akhirnya panggilan untuk Shofiya parents terdengar juga. Anak itu sedang terlelap di ranjang saat kami datang. Nurse mengusap rambutnya hingga akhirnya dia terbangun dan langsung tersenyum melihat kedatangan kami. Sebuah piagam for bravery at hospital diberikan untuk Shofiya.....
Lengan kanan gadis kecilku harus di-plaster untuk sementara waktu. Insha Allah will be better soon, ya sayang.....
RCH, Melbourne, 3rd floor
4 Okt 2011
Alhamdulillah, sepuluh menit kemudian kami tiba di Kinder. Shofiya sudah mulai tenang dengan tangannya bersandar pada sofa kecil di book corner. Carer-nya sudah memberikan pertolongan pertama dengan memberikan kompres air dingin dan menjaga agar tangannya tidak bergerak. I just want mommy, kata anakku. Shofiya juga tidak diijinkan minum atau makan apapun sejak dia jatuh. Anakku yang selalu aktif ini meminta temannya mendorong saat mereka berdiri di balance beam setinggi 50 cm. Qadarullah, dia jatuh dengan posisi tangan menahan tubuhnya. Kebetulan, seorang ibu yang akan menjemput anakknya di Kinder itu adalah seorang dokter. Dia menyatakan indikasi broken bone di lengan kanan. You are very brave, katanya pada Shofiya, sambil mengusapkan kompres.
Tak lama paramedic dari ambulance datang dan langsung membalut lengan shofiya dengan triangular bandage. You are very brave, kata mereka, sambil memberikan sebuah pipa hisap, mungkin berisi analgetik saat Shofiya meringis kesakitan. Tangisnya sudah mulai mereda.....
Pengalaman pertama kami naik ambulance di Melbourne berakhir di Royal Children Hospital. Shofiya langsung ditangani seorang dokter yang keheranan saat melihat saya menyempatkan sholat Asar di samping ranjang. Hasil rontgen-nya cukup parah, sehingga harus segera dioperasi secepatnya. Kata dokter, ada bagian syaraf yang injured karena tulang yang patah itu. Akibatnya, jari-jari tangannya tidak bisa merasakan rangsangan. Ya Allah, paringi kesembuhan untuk anakku....
3 Oktober 2011, 20.45 GMT+10...... anakku dibawa ke ruang operasi. Dokter anestesi menjelaskan resiko bius yang mungkin terjadi. Kemudian dia memintaku ikut masuk ke ruang operasi membantu supaya Shofiya cepat tertidur. Ummi bacakan kisah rasulullah dengan pengemis Yahudi buta saat itu, dan tak berapa lama, matanya terpejam. You did your job well, kata si Dokter.
Waktu rasanya berjalan sangat lambat saat menunggu operasi. Tangis tertumpah dalam doa kami saat Sholat magrib di ruang tunggu. Sms, telepon dan kunjungan sahabat memberi support yang tak terhingga.
22.30, akhirnya panggilan untuk Shofiya parents terdengar juga. Anak itu sedang terlelap di ranjang saat kami datang. Nurse mengusap rambutnya hingga akhirnya dia terbangun dan langsung tersenyum melihat kedatangan kami. Sebuah piagam for bravery at hospital diberikan untuk Shofiya.....
Lengan kanan gadis kecilku harus di-plaster untuk sementara waktu. Insha Allah will be better soon, ya sayang.....
RCH, Melbourne, 3rd floor
4 Okt 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)