Saat makan bersama sore tadi,
Shofiya (S) : Mum, I dont like to have broken arm.
Mum (M) : Ya sayang, kadang Allah memberikan apa yang tidak kita sukai, padahal itu yang paling baik untuk kita
S : Why Allah give me this?
M : (tercekat), because Allah loves us, darling
Aku terdiam cukup lama, memikirkan jawaban yang mungkin sangat absurd untuk otak 5 tahunnya, bagaimana menerjemahkan konsep cinta dalam kesakitan. Aku sendiri belum menemukan jawaban yang tepat untuk aku mengerti sendiri.
Nasihat seorang sahabat mengingatkanku untuk menjadikan sakit ini sebagai tempaan kesabaran, seperti kisah dakwah awal Rasulullah yang penuh luka dan cacian.
Sadarkah kau nak, bahwa dengan sakitmu ini, kita sekeluarga menjadi lebih saling menyayangi. Lebih mudah bagimu menerima untuk selalu berdoa, mengakui Allah sebagai sebaik-baik penjaga. Lihatlah, nak, betapa indah silaturahim dengan saudara-saudara di kampung yang begitu jauh dari tanah air. Beruntungnya dirimu yang disayangi banyak orang. Ingatkah engkau nak, saat menyaksikan teman-temanmu yang sakit di hospital, dengan kondisimu yang jauh lebih baik. Betapa bersyukurnya atas semua nikmat yang sudah kita terima menyaksikan anak-anak yang seumur hidupnya harus bergerak di atas kursi rodanya. Kalian bisa kapan saja naik ayunan, tapi mereka mungkin harus ke park di RCH ini untuk merasakan nikmatnya berayun di atas wheel chair.
Allah pasti kasih adik hadiah yang menyenangkan
karena adik berani dan sabar. Di akhirat, tangan adik yang broken ini akan
bersaksi, Ya Allah, tangan ini pernah terluka tapi pemiliknya selalu
beristighfar saat terasa sakit. Adik, Insha Allah tangan ini yang mengantarkan
adik ke surga. Shofiya sudah mulai senyum-senyum trus nanya, di surga ada
banyak mainan ya? Ada jumping castle? Ada ayunan?
Subhanallah, terima kasih Allah untuk pelajaran saat sakit ini...... Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba yang pandai bersyukur.....
Brunswick, mid of spring 2011
No comments:
Post a Comment